Jumat, 30 Januari 2015

5W1H dan 5W 2H

31 januari 2015

Pentingnya 5 W + 1 H dan Piramida Terbalik

Menulis berita bukan sekedar mencurahkan isi hati. Sebuah berita harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, aktual, dan informatif. Tidak seperti menulis karangan yang mendayu-dayu. Kualitas berita tentu harus memenuhi kriteria umum penulisan, yaitu 5W+1H yang sudah menjadi ‘sego jangan’ (di luar kepala) buat seorang jurnalis. Selain syarat tersebut, sebenarya ada juga syarat yang juga wajib dimengerti oleh seorang jurnalis, yaitu persyaratan bentuk. Dalam jurnalistik syarat bentuk ini lebih sering dikenal dengan sebutan ‘Piramida Terbalik’. Kenapa disebut Piramida Terbalik, karena bentuknya memang mirip dengan piramida mesir namun posisinya terbalik.
Mengapa kedua hal ini disebut sebagai dasar menulis bagi wartawan. Kedua teknik ini juga bisa, dan memang efektif, dipakai oleh penulis non-wartawan, termasuk bloger
5W=1H adalah singkatan dari “what, who, when, where, why, how,” yang dalam bahasa Indonesia menjadi “apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana.” Semua unsur inilah yang harus terkandung dalam sebuah artikel biasa atau berita biasa.
Artikel berbentuk berita memiliki struktur unik: Inti informasi ditulis pada alinea awal (disebut sebagai "lead" atau "teras berita"; biasanya satu hingga dua paragraf), data-data penting menyusul pada alinea-alinea selanjutnya, lalu penjelasan tambahan, dan diakhiri dengan informasi lain yang bukan bersifat informasi utama. Inilah yang disebut sebagai piramida terbalik.
Piramida Terbalik adalah sebuah struktur penulisan atau bentuk penyajian sebuah tulisan yang umum dilakukan seorang wartawan. Kenapa harus menggunakan metode Piramida Terbalik, tentu maksudnya adalah agar pembacara dapat segera mengetahui inti dari berita yang ingin diketahuinya. Apalagi disaat seperti sekarang yang serba cepat. Berita online misalkan, sebaiknya dalam menyampaikan berita langsung ke pokok beritanya. Informasi- informasi penting (inti) disajikan di awal paragraf, selanjutnya informasi pendukung mengikuti paragraf berikutnya.
Bagi pembaca sebuah artikel, piramida terbalik memudahkannya menangkap inti cerita, sebab informasi yang paling pokok langsung dibeberkan sejak alinea-alinea awal.
Bagi wartawan maupun redaktur, akan memudahkan dalam penulisan dan editing berita, karena mereka lebih fokus pada pokok pikiran berita yang mereka tuliskan. Sedangkan redaktur pun akan sangat mudah dalam menyunting ataupun memotong berita, tinggal menghapus paragraf-paragraf akhir yang dianggap tidak terlalu penting. Sedangkan bagi media dengan penulisan Piramida Terbalik ini, akan menghemat space halaman.



Pekerjaan desainer, adalah memecahkan masalah. Tetapi apa yang terjadi kalau desainer tidak paham masalahnya apa? Lalu bagaimana memahami persoalan dengan tepat, tidak bias, dan mempertimbangkan selengkap mungkin aspek yang perlu diperhatikan?

Banyak tools atau cara untuk mencoba memetakan masalah dengan mudah. Salah satunya adalah metode 5W2H, yang sering digunakan oleh wartawan dalam tugas jurnalismenya. Biasanya lebih dikenal dengan 5W1H, tetapi ditambahkan 1H lagi untuk memetakan jumlah atau volumenya.

Menurut penjelasan di buku The Quality Toolbox, oleh Nancy R. Tague, 5W2H memang perluasan dari konsep 5W1H. Ia mendeskripsikan metode atau pendekatan ini sebagai metode untuk mengajukan pertanyaan terhadap proses atau sebuah persoalan. Struktur pertanyaannya memaksa pelaku mempertimbangkan semua aspek yang mungkin berkaita dengan persoalan yang sedang dihadapi.

Metode ini biasanya digunakan untuk menganalisa sebuah proses atau upaya dalam peningkatan peluang,  atau ketika suatu masalah telah teridentifikasi, tetapi butuh pemahaman lebih lanjut. Tetapi dengan modifikasi tertentu, metode ini bisa digunakan untuk merencanakan sebuah proyek atau langkah-langkah dalam perencanaannya.

Metode ini juga bisa berguna untuk mengkaji ulang proyek yang telah dilaksanakan, bahkan bisa membantu dalam menulis laporan, presentasi, atau sekedar menulis artikel.

Prosedur penggunaannya cukup mudah. Ada 4 langkah yang direkomendasikan Nancy R. Tague dalam bukunya tersebut:

  1. Kaji ulang situasi yang dihadapi dalam sebuah penelitian/penggalian data. Pastikan Anda telah memahami semua unsur dalam 5W2H;
  2. Kembangkan pertanyaan yang relevan untuk setiap unsur dalam 5W2H. Urutannya tidak terlalu penting;
  3. Jawablah setiap pertanyaan yang sudah dikembangkan tersebut. Jika ada pertanyaan yang tak dapat dijawab, artinya datanya masih kurang. Cara strategi untuk menggalinya ulang data;
  4. Tergantung situasi dan penggunaa metode ini, lanjutkan dengan:
    - jika dalam konteks perencanaan, kembangkan jawaban menjadi strategi perencanaan;
    - jika dalam konteks analisa proses/proyek, gunakan jawaban dan pertanyaan tersebut untuk penggalian lebih lanjut;
    - jika dalam konteks mengidentifikasi persoalan, jawaban dan pertanyaan bisa membantu untuk analisa sumber masalah;
    - jika dalam konteks mengkaji-ulang proyek yang sudah berjalan, gunakan pertanyaan dan jawaban untuk memodifikasi, mengembangkan, atau menstandarisasi perubahan;
    - jika dalam konteks mempersiapkan tulisan atau presentasi, gunakan jawaban-jawaban sebagai isi dari tulisan dan presentasi Anda.

Implementasinya dalam Analisa Masalah & Khalayak
Dalam konteks menganalisa permasalahan sebuah kampanye sosial, modifikasi pertanyaannya bisa dibuat seperti contoh berikut:
  1. What. Apa masalah yang akan dikampanyekan? Dalam kampanye, definisikan masalah utama  dari kampanye yang ingin dilakukan. Biasanya, bagian ini didefinisikan oleh klien, dalam konteks pengerjaan proyek dengan pihak lain. Misalnya: Penularan Diare pada Anak. Definisi  operasional dari permasalahan ini bisa dijelaskan secara ringkas.
  2. Who. Siapa target kampanye? Pihak yang dimaksud adalah target audience kampanye, target market, baik yang primer maupun sekunder. Misalnya dalam kasus Diare ini; Anak-anak, orang tua, dan guru. Target marketnya adalah anak-anak di sekolah dasar. Data lebih detil mengenai anak-anak ini bisa disajikan (terkait demografi, geografi, dan/atau psikografi).
  3. Why. Mengapa target harus mengadopsi perilaku yang dikampanyekan? Bagian ini menjelaskan argumen, mengapa ia menjadi target utama kampanye. Misalnya berdasarkan contoh di atas: Diare menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada usia anak.Diare menular pada anak karena pada umumnya mereka tidak melakukan cuci tangan sebelum makan, sesudah BAK dan BAB. Data sekunder dan primer bisa disajikan untuk mendukung argumen ini.
  4. When. Kapan permasalahan itu biasanya terjadi? Waktu yang krusial dalam mendukung terjadinya perilaku yang dipermasalahkan. Bagian ini berdasarkan berbagai penelitian sebelumnya, atau perilaku ideal yang disarankan oleh para ahli. Dalam contoh di atas,penularan terjadi saat makan/memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Data detil mengenai proses terjadinya penularan bisa disajikan, beserta sumber yang kredibel/valid.
  5. Where. Dimana permasalahan itu terjadi? Mengacu pada konteks permasalahan yang bisanya berupa perilaku, membutuhkan penjelasan yang detil kapan biasanya terjadi. Dalam contoh kasus ini, penularan Diare bisa terjadi dimana saja, saat jajan di pinggir jalan, makan di rumah, atau di warung. Intinya lokasi yang memungkinkan anak makan/memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
  6. How. Bagaimana proses terjadinya permasalahan tersebut? Permasalahan yang akan diatasi, harus dapat didefinisikan prosesnya, agar dapat dicarikan/ditemukan solusinya. Semakin rumit perilaku yang disarankan, semakin besar tantangan kampanyenya. Dalam contoh ini,penularan yang paling sering terjadi adalah saat tangan tidak dicuci, kemudian anak memegang makanan, maka  kuman/bakteri terbawa ke dalam mulut hingga masuk ke perutKuman ini utamanya datang dari kotoran manusia, yang bisa mencemari udara, atau tangan ketika BAB/BAK. Kuman/bakteri inilah yang menyebabkan Diare, dan bisa berakibar kematian pada anak. Informasi tentang proses terjadinya permasalahan ini harus sudah tersedia, baik dari referensi maupun wawancara dengan para ahli.
  7. How much. Berapa banyak korban selama ini? Seberapa besar/genting masalahnya? Bagian ini bisa menjadi argumen mengenai urgensi dari topik kampanye. Isinya bisa berupa frekuensi, jumlah, alat, waktu, atau biaya yang menjadi kerugian atas terjadinya peristiwa. Berdasarkan contoh di atas, penularan Diare menyebabkan kematian pada anak berusia 5-12 tahun, dan menjadi penyebab kematian kedua tertinggi di Indonesia setelah ISPA.Data detil mengenai jumlahnya seharusnya bisa disajikan, berdasarkan data-data sekunder yang digali dari berbagai sumber yang valid. 
Pada contoh di atas, yang dieksplorasi adalah topik yang diangkat dalam kampanye. Ini tidak menjawab bagaimana kampanye akan dilakukan, tetapi lebih pada tahap Analisa Masalah, Situasi & Khalayak untuk melakukan perencanaan kampanye. Solusi dalam bentuk rencana kampanye, baru dilakukan setelah data-data ini dikumpulkan dan dianalisa.

Untuk merencanakan kampanye, perlu mendayagunakan metodologi yang lebih tepat. Metode 5W2H ini hanya sebagian kecil dari metodologi kampanye melalui komunikasi. Dengan memahami dulu berbagai aspek permasalahannya, maka desainer sudah berada pada tahap awal menuju penentuan rencana kampanye yang diharapkan dapat menjadi solusinya.

Tahapan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah, merumuskan tujuan kampanye, dan pengembangan media kampanye. Jika memungkinkan, harus melakukan ujicoba dan evaluasi dampak kampanye. Secara umum, metodologinya dapat menggunakan strategi komunikasi versi Laurie J. Wilson & Joseph D. Ogden , dalam "Strategic Communications Planning: For Effective Public Relations and Marketing”, Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company, 2008.

Metode 5W2H baru membantu menjawab langkah 1-3 dalam strategi komunikasi kampanye versi Laurie dan Joseph, seperti yang tergambar dalam skema berikut ini:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar